Klenteng Hok Tek Bio Bogor - Tempat Wisata Di Bogor

Kelenteng Hok Tek Bio, yang juga bernama Vihara Dhanagun, baru saja saya kunjungi beberapa waktu berselang. Kunjungan yang lama tertunda, lantaran tidak cukup yakin dengan informasi yang saya peroleh mengenai keberadaan salah satu kelenteng tertua di Kota Bogor ini. Padahal jalanan di depan Kelenteng Hok Tek Bio ini sudah sangat sering saya lalui.

Kelenteng Hok Tek Bio letaknya di Jl. Suryakencana No.1, Bogor. Tidak tepat di pinggir jalan memang, karenanya tidak akan terlihat oleh para pejalan, kecuali jika mereka menengokkan kepalanya ke sebelah kiri ketika lewat di Jl. Suryakencana. Pengunjung masuk melalui sebuah gang lebar, khusus menuju ke kelenteng, yang bisa dilalui oleh dua kendaraan roda empat.


Kelenteng Hok Tek Bio pada gerbang Kelenteng, yang ditulis sebagai Vihara Dhanagun, dengan bentuk dan warna merah kuning khas ini sebenarnya sangat mudah dilihat ketika masuk ke Jalan Suryakencana.

Hanya saja karena letaknya agak jauh di dalam, sehingga saya tidak pernah sekalipun melihat gerbang Kelenteng Hok Tek Bio ini meski telah berkali-kali melewati jalan ini.


Kelenteng Hok Tek Bio berada tepat di belakang gerbang masuk, dengan halaman yang cukup luas dan terawat.

Pada permukaan dinding di sayap kiri bangunan Kelenteng Hok Tek Bio terdapat mural harimau belang, serta Biksu Tong Sam Chong yang digambarkan sedang duduk di atas punggung seekor kuda putih, dikawal oleh Sun Go Kong, Tie Pat Kay dan Sam Cheng, dalam perjalanannya ke Barat menuju India.

Kisah yang terkenal selama berabad-abad itu berasal dari novel Cina klasik berjudul “Shi You Ji” (Perjalanan ke Barat) karya Wu Cheng-en, seorang sastrawan dan penyair yang hidup di masa Dinasti Ming. Tokoh fiksi Sun Go Kong, Tie Pat Kay dan Sam Cheng, diciptakan Wu Cheng-en konon untuk menyindir keadaan masyarakat waktu itu. Sun Go Kong melambangkan kesombongan, Tie Pat Kay melambangkan kemalasan dan ketidakmampuan menahan hawa nafsu, serta Sam Cheng yang melambangkan kebodohan. Juga kritiknya pada persaingan dan perseteruan para pengikut Taoisme, Konfusianisme dan Buddhisme pada masa Dinasti Yuan (Mongol) dan Ming, yang membuat mereka lama terjajah karena ketiadaan persatuan.


Kelenteng Hok Tek Bio pada bangunan utama Kelenteng, dengan dua tungku pembakar kertas di kiri kanan depan bangunan. Di wuwungan Kelenteng Hok Tek Bio terdapat dua ekor naga berjaga, dan di bawah bola api matahari di bagian tengah wuwungan terdapat dua ekor burung Hong dalam posisi saling berhadapan.


Kelenteng Hok Tek Bio pada sayap sebelah kanan bangunan Kelenteng, dengan mural indah yang menggambarkan Legenda Delapan Dewa yang merupakan dewa-dewa hebat dalam ajaran Tao, dan diduga berawal pada Dinasti Tang. Mereka adalah Cao Guojiu, Han Zhongli, Han Xiangzi, He Xianggu, Lu Dongbin, Lan Caihe, Tie Guali, dan Zhang Guolao,

Senjata yang mereka bawa adalah botol labu, keranjang bunga, kipas, lonceng kayu, pedang, seruling, tongkat, dan Tao yang disebut “Delapan Harta” dan merupakan simbol Delapan Dewa. Kisah menarik tentang Delapan Dewa ini bisa anda baca di situs Kebajikan.


Kelenteng Hok Tek Bio ketika seorang Ibu dan putera lelakinya tengah sembahyang pada Dewa Langit di depan pintu Kelenteng sambil membakar beberapa batang hio. Asap hio yang mengepul pekat tampak membubung di dalam bangunan kelenteng, berasal dari sekumpulan batang hio yang dibakar oleh seorang pria. Seekor singa penjaga kelenteng (Bao-gu-shi) tampak di latar depan.


Kelenteng Hok Tek Bio saat seorang ibu tengah melakukan ritual bakar kertas di halaman depan Kelenteng, disaksikan oleh puterinya yang masih mengenakan seragam sekolah.


Kelenteng Hok Tek Bio pada ukiran patung Naga berukuran besar indah dengan badan melilit pilar yang sering dijumpai di bagian dalam kelenteng.


Kelenteng Hok Tek Bio pada sebuah genta Kelenteng dengan deretan bulatan menonjol berderet teratur di bagian atasnya. Sudah lama saya ingin memiliki genta semacam ini, namum belum berkesempatan mencari dimana bengkelnya berada.


Kelenteng Hok Tek Bio pada altar utama Kelenteng dengan tuan rumah Hok Tek Ceng Sin, Dewa Bumi, pembawa rejeki bagi kaum pedagang dan masyarakat pada umumnya. Pengunjung yang bersembahyang di altar Dewa Bumi ini biasanya membakar 5 buah batang hio yang dijejer seperti kipas untuk memperlancar usaha mereka.

Penggunaan hio sewaktu bersembahyang di kelenteng adalah 1 hio untuk kauw siu tao (siu tao artinya merevisi fisik dan mental), 3 hio untuk bersembahyang biasa, 5 hio untuk usaha (Hok Tek Ceng Sin ), 6 hio untuk keperluan orang lain, 7 hio untuk memohon secara khusus dan membalikkan pada orang lain (nujum), 8 hio bila kesusahan terus menerus menimpa, 9 hio untuk semua mahluk, 12 hio untuk semua mahluk berkah, 36 hio untuk kesuksesan dan keharmonisan, dan 108 hio bila terdesak dan dalam keadaan darurat.


Kelenteng Hok Tek Bio pada altar pemujaan di bagian sebelah kanan ruang utama Kelenteng, yang diwarnai nyala puluhan lilin, pelita minyak, harum hio yang dibakar. Rangkaian bunga yang indah harum dipajang rapi di dalam vas-vas kaca, dengan berbagai macam buah persembahan diletakkan di atas meja sembahyang.


Kelenteng Hok Tek Bio pada deretan pelita dalam gelas dengan bahan bakar minyak lampu yang berwarna kuning kemerahan, dengan kertas-kertas penanda pemiliknya. Jenis minyak ini dipilih karena tidak mengeluarkan bau dan tidak berjelaga.


Kelenteng Hok Tek Bio pada altar Eyang Raden Suryakencana Winata Mangkubumi, karuhun orang Sunda, yang menunjukkan bagaimana penghormatan kaum Cina kepada leluhur masyarakat di tempat dimana mereka tinggal.

Raden Suryakencana adalah putera Aria Wiratanudatar, pendiri kota Cianjur, dan ayah dari Prabu Siliwangi dan Prabu Sakti. Eyang Suryakencana dan Prabu Siliwangi dipercaya bersamayam di Gunung Gede dan selalu menjaganya agar tidak sampai meletus.

Kelenteng Hok Tek Bio pada altar Houw Ciong Kun, Dewa Macan. Houw Ciong Kun adalah seekor macan sakti yang merupakan pengawal Hok Tek Ceng Sin dan sering dikaitkan juga dengan keberadaan Raden Suryakencana dan Prabu Siliwangi.


Kelenteng Hok Tek Bio pada tumpukan kertas sembahyang di Kelenteng yang bisa menjadi indikasi hidup suburnya persembahyangan di Kelenteng Hok Tek Bio ini. Makmurnya sebuah tempat peribadatan menunjukkan kemakmuran spiritual umatnya.


Kelenteng Hok Tek Bio pada batang-batang hio dengan berbagai ukuran tertancap pada hiolo setelah selesai menjalankan tugasnya. Asap hio berwarna biru keunguan membubung, membawa doa-doa para pembawanya ke langit, ke tempat dimana para dewa bersemayam.

Kelenteng Hok Tek Bio ini konon berdiri sejak tahun 1672, tentu tidak dalam bentuknya seperti sekarang ini. Menurut penuturan seorang pria Cina sepuh yang saya temui di tempat ini, Kelenteng Hok Tek Bio sebenarnya bukan merupakan kelenteng tertua di Bogor. Adalah Kelenteng Maha Brahma (Pan Kho Bio) di daerah Pulo Geulis yang merupakan kelenteng tertua di Bogor. Pulo Geulis terletak di tengah Sungai Ciliwung, di Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah.

Jl. Suryakencana No. 1,
Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Timur,
Bogor, Jawa Barat
GPS: -6.60343,106.799048
Tidak ada tiket masuk, sumbangan diharapkan.

Sumber : http://ruangcatatanranee.wordpress.com/2013/01/14/daftar-objek-wisata-di-bogor/

Artikel Lainnya